Psikolog HIMPSI Sarankan Tunda Pernikahan untuk Cegah Baby Blues: Persiapan Psikologis Penting bagi Calon Ortu

- 30 Januari 2024, 21:35 WIB
Psikolog HIMPSI Sarankan Tunda Pernikahan untuk Cegah Baby Blues: Persiapan Psikologis Penting bagi Calon Ortu
Psikolog HIMPSI Sarankan Tunda Pernikahan untuk Cegah Baby Blues: Persiapan Psikologis Penting bagi Calon Ortu /Google

SRAGEN UPDATE - Psikolog Naftalia Kusumawardhani dari Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) menyarankan pasangan untuk menunda pernikahan jika mereka belum siap, terutama secara psikologis, untuk menjadi orang tua (ortu). Mengapa demikian?

Menurutnya, kehidupan setelah menjadi orang tua memiliki banyak perubahan yang dapat mengagetkan dan menyita perhatian, sehingga tunda pernikahan bisa menjadi langkah bijak untuk mencegah baby blues atau depresi pasca melahirkan.

Baby blues atau postpartum distress syndrome adalah kondisi terganggunya suasana hati yang umumnya dialami oleh 50-80 persen wanita setelah melahirkan, terutama pada kelahiran anak pertama.

Gejalanya meliputi perasaan sedih, sensitif, cemas, takut, kelelahan, dan lainnya.

Jika gejala ini berlangsung selama dua pekan, disarankan untuk mencari bantuan psikolog.

Baca Juga: Jokowi Ucapkan Selamat atas Kemenangan Gemilang Ganda Putra Indonesia Leo/Daniel di Indonesia Masters 2024

Naftalia juga menjelaskan bahwa baby blues dapat dipengaruhi oleh transisi dalam hubungan dengan anggota keluarga, mertua, dan ipar.

Ibu yang kelelahan dan memiliki beban tambahan juga dapat mengalami kesulitan dalam memberikan pengasuhan yang optimal pada anak.

Masa nifas, yang berlangsung selama 40 hari pasca melahirkan, dianggap sebagai periode kritis untuk pemulihan fisik dan psikologis ibu.

Naftalia menekankan pentingnya pengetahuan dan persiapan calon orang tua dalam segala aspek, termasuk dukungan dari keluarga.

Ia juga mencatat tiga periode penting selama masa nifas, yaitu taking in pada hari pertama hingga hari ketiga, taking hold dari hari ketiga hingga ke-10, dan letting go hingga sekitar minggu keenam.

Selain itu, penting untuk tidak menghakimi pilihan ibu dalam melahirkan, baik itu melalui persalinan normal maupun operasi sesar.

Baca Juga: Anggota Komisi II DPR RI Minta Polri Lakukan Pengamanan Maksimal di TPS Luar Negeri untuk Cegah Kecurangan

Naftalia menekankan bahwa dukungan pada ibu pasca melahirkan sangat penting, dan bahwa ibu yang bahagia akan berkontribusi pada kesehatan bayi.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada ibu yang sempurna, tetapi yang penting adalah kesediaan ibu untuk menjalani semua proses kehamilan hingga kelahiran.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melaporkan bahwa 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues atau depresi pasca-melahirkan.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memberdayakan para kader Bina Keluarga Balita (BKB) guna mengatasi masalah ini.

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti, menyatakan bahwa angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan resiko baby blues tertinggi di Asia.

Oleh karena itu, peningkatan pengetahuan dan pemahaman kader BKB mengenai kondisi baby blues menjadi sangat penting.

Baca Juga: 6 Hal Ini Disesali Penggemar K-pop Ketika Mengeluarkan Uang untuk Mendukung Idolnya

Pernyataan ini disampaikan oleh Nopian Andusti dalam sebuah diskusi yang diadakan secara daring di Jakarta pada hari Senin kemarin.***

Editor: Inayah Nurfadilah

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah