SRAGEN UPDATE – Dalam perjalanan hidupnya, Jalaluddin Rumi atau lebih dikenal Rumi gemar mengekspresikan rasa cintanya kepada Tuhan dan orang-orang yang ditemuinya ke dalam sebuah puisi.
Puisi-puisi Rumi terangkum dalam Kitab Masnawi, yang berisi sekumpulan puisi dan syair khas Persi, seperti dalam artikel ini yang memuat puisi Rumi tentang hati, sufistik, kebahagian, keindahan, dan cahaya ilahi.
Gagasan Rumi mengenai makhluk yang ada di dunia ini dan alam semesta merupakan manifestasi cahaya ilahi, di mana kita semua mewarisi sifat-sifat keagungan Sang Maha Pecipta.
Hati Rumi dipenuhi dengan kecintaannya kepada Tuhan yang begitu luar biasa, sehingga diekspresikan melalui tarian berputar-putar yang melambangkan makna Sama’ (pendengaran)-istilah yang digunakan para sufi.
Tak heran jika puisi-puisi Rumi juga sarat akan cinta dan kasih sayang, juga membicarakan hal lain sejak manusia lahir hingga meninggal.
Berikut delapan puisi Rumi tentang hati, sufistik, kebahagiaan, keindahan, dan cahaya ilahi:
1. Penganut sufi yang nyata adalah seseorang yang mencari kemurnian diri,
Bukan yang (sekadar) memakai jas darwis dah berjalan dengan khidmat. –Rumi
2. Bulan muncul di langit pada saat fajar,
Dia turun dari langit dan menatapku.
Seperti seekor burung elang yang sedang memburu mangsanya, dia membawaku ke langit. –Rumi
3. Kau harus bergantung pada cahaya terang di hati,
Dongeng-dongeng yang kosong tidak mampu memecahkan misteri ini,
Yang tersirat dengan ketatnya.
Sedikit hal yang berguna bagimu adalah sungai-sungai di gunung,
Sementara itu, di rumah, kau telah memiliki air mancur yang mengalir. –Rumi
4. Luapkan air di jalanan,
Berikan kegembiraan yang terus - menerus pada kebun-kebun
Bau musim semi telah datang,
Dia telah datang -itu adalah “dia!”
Bulan cerah kita, seorang yang disayangi telah datang.
Biarkan dia lewat, beri jalan, dan menyebarlah!
Berdirillah di samping semua orang!
Wajahnya berseri-seri, sangat bersih,
Menyinari setiap tempat dia berjalan,
Dia datang-itu adalah “dia!”. –Rumi
5. Aku menjadi orang yang dituntut,
Tetapi Rumi telah menjadi tuntutan dari orang yang dituntut. –Rumi
6. Berapa lama lagi aku harus mencarimu sambil mengetuk pintu-pintu, satu demi satu?
Berapa lama lagi kau akan lari dariku dari sudut ke sudut, dari jalan ke jalan? –Rumi
7. Bahkan jika secara fisik terpisah, kami adalah cahaya tunggal tanpa tubuh dan jiwa!
Wahai kalian para pencari! Adalah tetap sama apakah kalian melihat dia atau aku,
Karena aku adalah dia, dan dia adalah aku. –Rumi
8. Seseorang yang datang bukanlah pembuat atau pedagang perhiasan,
Tapi adalah perhiasan itu sendiri,
Alangkah baik karakternya! Betapa bagus penampilannya!
Betapa indah dirinya! Betapa indah dirinya! –Rumi***