Siapakah Sosok yang Dapat Menanamkan Budaya Literasi Siswa di Sekolah?

- 7 Mei 2021, 14:44 WIB
Suasana di kelas menunjukkan interaksi antara guru dan siswa dengan rasa antusias dan senang ketika proses pembelajaran di kelas.
Suasana di kelas menunjukkan interaksi antara guru dan siswa dengan rasa antusias dan senang ketika proses pembelajaran di kelas. /PIXABAY/ID 14995841

SRAGEN UPDATE - Jika di sekolah, siapakah yang bisa disebut dengan fasilitator literasi? Mungkin banyak yang mengira bahwa fasilitator adalah seorang guru.

Sementara itu, menurut Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional menyampaikan di ranah sekolah, fasilitator literasi terdiri atas  kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas,  serta komite sekolah.

Baca Juga: PB Djarum berencana menggelar turnamen bulu tangkis tingkat nasional

orang dewasa yang berada atau berkecimpung di lingkungan sekolah dapat dijadikan fasilitator.

Mengapa memerlukan keterlibatan banyak pihak? Karena menciptakan budaya yang literat harus melibatkan semua warga sekolah.

Baca Juga: Banyak Peminat di Kala Pandemi, Tanaman Herbal Menjadi Komoditas Restorasi Lahan Gambut

Selain itu, untuk menanamkan budaya literasi tidak cukup hanya dengan memberikan perintah atau aturan yang dilengkapi konsekensi hukuman. Budaya literasi dapat ditanamkan dengan baik apabila didasari dengan kesadaran dalam diri sendiri. Hukuman tentu saja tidak menjamin akan membuat seseorang sadar.

Baca Juga: Mudik Dilarang, Staycation Masih Diminati

Seringkali hukuman memberikan citra buruk dan menghadirkan keterpaksaan sehingga tidak ada lagi usaha untuk menyadari pentingnya budaya literasi. Sementara itu, konsep fasilitator berbeda dengan hubungan guru dan siswa pada umumnya.

Baca Juga: Drama Korea Mr. Queen: serial populer yang mampu meningkatkan citra negara Koera selatan

Jika otoritas guru berada lebih tinggi dari pada muridnya, maka fasilitator berada di posisi yang sejajar. Peran itu menunjukkan pada upaya memfasilitasi murid untuk memperoleh sesuatu sesuai kehendak, minat, dan bakat mereka. Fasilitator bisa menawarkan bantuan dengan merancang suatu kegiatan dengan membentuk pola hubungan yang kolaboratif untuk mencapai tujuan yang telah diharapkan.

Baca Juga: Dugaan Terorisme Munarman, SPDP telah sampai Kejagung

Hubungan kolaboratif tidak mungkin dibangun dengan pola aturan-konsekuensi-hukuman karena akan menimbulkan keterpaksaan. Maka dibutuhkan pendekatan lain yang lebih supportif dan mudah diterima oleh murid. Satu dari cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan contoh sosok yang bisa diteladani.

Baca Juga: Siapakah Sosok yang Dapat Menanamkan Budaya Literasi Siswa di Sekolah?

Fasilitator literasi hendaknya mejadi sosok inspiratif yang gemar membaca. Untuk menjadi sosok yang perlu diteladani, maka fasilitator literasi juga harus  harus memahami pentingnya budaya membaca. Di  kelas,  guru  tidak  sekadar  mengawasi  aktivitas  membaca  siswa.  Mereka  juga  memegang  buku,  ikut  membaca. 

Baca Juga: Wafatnya Ulama Karismatik, Aceh Berduka Cita

Atmosfer kegiatan belajar-mengajar segera terlihat jelas.  Murid dan guru berada dalam posisi setara, yaitu sama-sama menimba ilmu dari buku. Untuk  bisa  menjadi  teladan  membaca,  guru  bisa  mencari dan  mempelajari  referensi  melimpah  tentang  kegiatan  membaca dari  perpustakaan  dan  internet,  kemudian  mempraktikkannya  di depan kelas.

Ia pun terus meningkatkan kemampuan membaca dan membaginya ke murid misalnya cara memahami sebuah bacaan dan meringkasnya ke dalam beragam jenis tulisan.***

Editor: Nadya Rizqi Hasanah Devi

Sumber: Gerakan Literasi Sekolah dari Pucuk Hingga Akar Sebuah Refle


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah