Menelaah Sikap Netral NU dalam Pemilu 2024: Memahami dan Menyikapi Tantangan yang Ada Saat Ini

- 25 Januari 2024, 16:44 WIB
Menelaah Sikap Netral NU dalam Pemilu 2024: Memahami dan Menyikapi Tantangan yang Ada Saat Ini
Menelaah Sikap Netral NU dalam Pemilu 2024: Memahami dan Menyikapi Tantangan yang Ada Saat Ini /RRI

SRAGEN UPDATE - Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia dengan 150 juta pengikut atau 56,9 persen dari total penduduk, memegang peran penting dalam dinamika Pemilu 2024.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami sikap netral NU dan bagaimana organisasi tersebut berperan di tengah gejolak politik.

Sejarah NU mencatat bahwa mereka pernah terlibat dalam politik praktis, bahkan menjadi partai setelah memisahkan diri dari Partai Masyumi pada tahun 1952 dan mengikuti Pemilu 1955.

Namun, pada tahun 1983, NU memutuskan untuk kembali ke tujuan awalnya sebagai organisasi sosial.

Meskipun ada dua kader NU yang menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024, yaitu Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Prof. Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD), PBNU menegaskan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam dukung-mendukung kandidat tertentu.

Baca Juga: HYBE Cetak Sejarah di Dunia K-pop: Dirikan Klinik Kesehatan Pertama dalam Industri Hiburan Korea

Sikap netral NU didasarkan pada prinsip bahwa politik NU harus berlandaskan pada nilai-nilai kemaslahatan, kesejahteraan, dan keadilan.

Dalam muktamar tahun 1989 di Krapyak, Yogyakarta, PBNU merumuskan sembilan pedoman berpolitik bagi para Nahdliyin.

Pedoman tersebut antara lain menekankan bahwa berpolitik bagi NU adalah bentuk keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan didasarkan pada wawasan kebangsaan untuk menjaga keutuhan bangsa.

Berpolitik juga harus dilakukan dengan akhlak yang baik, kejujuran, dan sesuai dengan norma agama.

PBNU menekankan bahwa NU tidak tertarik untuk terlibat dalam politik dukung-mendukung, melainkan berpolitik berdasarkan nilai.

Mereka ingin membangun hubungan konstruktif dengan pihak mana pun, termasuk tokoh politik, tanpa mengorbankan kepentingan bersama atau memecah belah bangsa.

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa sikap politik NU adalah hak prerogatif pemilih, bukan ditentukan oleh lembaga atau organisasi PBNU.

Baca Juga: Prediksi Marry My Husband Episode 9 Beserta Tempat Menonton dan Tanggal Tayangnya

Meskipun NU menyadari signifikansi politiknya sebagai kelompok dengan basis massa luas, mereka ingin memastikan hubungan yang lebih konstruktif dengan tokoh politik tanpa memaksakan preferensi politik kepada para pengikutnya.

PBNU juga melakukan tindakan tegas dengan menonaktifkan 63 pengurus harian dan pleno yang terlibat sebagai calon anggota legislatif (caleg) atau tergabung dalam tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024.

Tujuan penonaktifan tersebut adalah mencegah konflik kepentingan di tubuh NU, sesuai dengan sikap organisasi yang jelas.

Perlu diingatkan bahwa NU didirikan sebagai pemangku kewenangan keagamaan di Nusantara.

Dalam dinamika situasi saat ini, dilansir oleh SragenUpdate.com dari Antara News pada Kamis, 25 Januari 2024 NU fokus pada misi utama sebagai pemegang kewenangan atas agama, khususnya Islam ahlus sunnah wal jama'ah.

Konsolidasi organisasi dan kepengurusan menjadi langkah krusial untuk memastikan kepaduan atau koherensi dalam menjalankan misi mulia ini.

Dengan tantangan lokal, nasional, dan global yang dinamis, NU berkomitmen untuk terus berperan dalam isu peradaban dengan cara yang konstruktif dan bermartabat.

Baca Juga: Wakil Ketua Umum PSSI, Zainuddin Amali Berikan Motivasi pada Timnas Indonesia Jelang Laga Melawan Jepang

Sikap netral mereka dalam Pemilu 2024 adalah upaya untuk memastikan keberlanjutan dan kekuatan peran NU sebagai pemangku kewenangan keagamaan di Indonesia.***

Editor: Inayah Nurfadilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah