Dalam penelitian terbarunya, ia menemukan gelombang panas di Eropa terjadi saat arus jet terbelah jadi dua, meninggalkan area angin berkekuatan lemah dan udara bertekanan tinggi di antara dua cabang.
Hal ini bisa memicu terjadinya penumpukan panas yang ekstrem. Lalu penelitian ini diperkuat dengan hasil studi Efi Rousi, peneliti dari Postdam Institute for Climate Research, Jerman.
Baca Juga: Sejumlah Wilayah Semenanjung Malaysia Alami Gangguan Pasokan Listrik atau Blackout, Ini Penyebabnya
Rousi mengatakan bahwa beberapa daerah di Eropa tengah didominasi “arus jet ganda” dalam 2 pekan terakhir, sehingga bisa membuat suhu panas bertahan lebih lama.
Ketiga, suhu panas di wilayah Samudra Arktik di Kutub Utara. Hal ini juga mempunyai peran membuat Eropa menjadi langganan heatwave.
Meningkatnya suhu di Arktik membuat penurunan angin saat musim panas, yang mana berdampak terhadap cuaca panas berkepanjangan.
Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya juga bisa terkena dampak dari fenomena tersebut.
Menurut ahli iklim dari Singapore University of Social Sciences, Koh Tie Yong, menjelaskan bahwa negara-negara di Asia Tenggara berada di daerah tropis, di mana cara kerja cuacanya berbeda dengan negara Eropa.
Baca Juga: WHO : Wabah Cacar Monyet Menjadi Keadaan Darurat Kesehatan Global
Namun tetap saja, kenaikan suhu global bisa membuat daerah-daerah ini juga semakin panas.