Perusahaan Milik Donald Trump akan Dihukum Karena Penipuan Pajak 15 tahun

- 13 Januari 2023, 20:14 WIB
Perusahaan Milik Donald Trump akan Dihukum Karena Penipuan Pajak 15 tahun
Perusahaan Milik Donald Trump akan Dihukum Karena Penipuan Pajak 15 tahun /

SRAGEN UPDATE — Donald Trump pada hari Jum’at akan mempelajari bagaimana perusahaan yang menyandang nama mantan presiden Amerika Serikat itu akan dihukum.

Hal ini karena perusahaan itu dinyatakan bersalah melakukan penipuan terhadap otoritas pajak selama 15 tahun.

Seorang hakim negara bagian New York akan menjatuhkan hukuman setelah juri di Manhattan menemukan dua afiliasi Trump Organization bersalah atas 17 tuntutan pidana bulan lalu.

Hukuman itu dijatuhkan tiga hari setelah Hakim Juan Merchan dari pengadilan pidana Manhattan memerintahkan Alle Weisselberg yang bekerja untuk keluarga Trump selama setengah abad, dan merupakan mantan kepala keuangan perusahaan dipenjara selama lima bulan setelah dia bersaksi sebagai saksi utama penuntutan.

Baca Juga: 5 Drakor dengan Rating Tinggi yang Berlatarkan Masyarakat Kelas Atas, The Penthouse Paling Memukau

Perusahaan Trump hanya menghadapi denda maksimum $1,6 juta (sekitar Rp24 miliar), tetapi mengatakan berencana untuk mengajukan banding.

Tidak ada orang lain yang didakwa atau menghadapi hukuman penjara dalam kasus ini.

Kantor Kejaksaan Distrik Manhattan Alvin Bragg, yang menangani kasus ini, masih melakukan penyelidikan kriminal terhadap praktik bisnis Trum.

Bill Black, seorang profesor di Fakultas Hukum di University of Missouri-Kansas City yang berspesialisasi dalam kejahatan kerah putih.

Baca Juga: 6 Idol Wanita yang Membuktikan Jika Rambut Panjang Sehat Akan Selalu Menjadi Trend

Bill Black menyebut hukuman yang diharapkan itu sebagai “kesalahan pembulatan” yang menawarkan “pencegahan nol” kepada orang lain, termasuk Trump.

“Ini lelucon,” kata Bill Black.

“Tidak ada yang akan berhenti melakukan kejahatan semacam ini karena hukuman ini,” lanjutnya.

Dilansir SragenUpdate.com dari Reuters.com kasus penipuan pajak telah lama menjadi duri di pihak mantan presiden AS itu, Donald Trump, yang menyebutnya sebagai bagian dari perburuan oleh Demokrat yang tidak menyukainya dan politiknya.

Baca Juga: Taeyang BIGBANG Ungkap Awal Mula Bisa Kolaborasi dengan Jimin BTS di Lagu VIBE

Trump juga menghadapi gugatan perdata senilai $250 juta atau sekitar Rp3,79 triliun oleh Jaksa Agung negara bagian New York, Letitia James.

Gugatan ini menuduh Donald Trump dan anak-anaknya yang sudah dewasa, Donald Trump Jr., Ivanka Trump dan Eric Trump ‘menggelembungkan’ kekayaan bersihnya dan nilai aset perusahaannya untuk menghemat uang untuk pinjaman dan asuransi.

Pada persidangan empat minggu, jaksa memberikan bukti bahwa perusahaan Trump menanggung pengeluaran pribadi.

Pengeluaran ini berupa sewa mobil untuk eksekutif tanpa melaporkannya sebagai pendapatan, dan berpura-pura bahwa bonus Natal adalah kompensasi non-karyawan.

Baca Juga: Rapat Exco Putuskan Liga 2 2022/2023 Dihentikan, Apa Alasannya?

Trump sendiri menandatangani cek bonus, serta sewa apartemen mewah Weisselberg di Manhattan dan biaya sekolah swasta untuk cucu CFO.

“Seluruh narasi bahwa Donald Trump benar-benar cuek tidaklah nyata,” kata Asisten Jaksa wilayah New York, Joshua Steinglass kepada juri dalam argumen penutupnya.

Kesaksian Weisselberg membantu menghukum perusahaan, meskipun dia mengatan Trump bukan bagian dari skema penipuan.

Weisselberg juga menolak membantu Bragg dalam penyelidikannya yang lebih luas terhadap Trump.

Baca Juga: Temuan Beras Rusak di Pulo Gadung Jakarta Timur Diduga dari Bansos COVID 19 yang Tidak Tersalurkan

Weisselberg, 75 tahun, menjalani hukumannya di penjara Pulau Rikers yang terkenal di Kota New York.

Undang-undang negara bagian membatasi hukuman yang dapat dikenakan Justice Merchan pada perusahaan Trump.

Korporasi dapat didenda hingga $250.000 sekitar Rp3,8 juta untuk setiap hitungan terkait pajak dan $10.000 atau sekitar Rp152 ribu.

Trump menghadapi beberapa kesengsaraan hukum lainnya, termasuk penyelidikan terkait 6 Januari 2021 di U.S. Capitol, penyimpanan dokumen rahasia setelah meninggalkan White House, dan upaya untuk membatalkan kekalahan pemilu 2020 di Georgia.***

Editor: Inayah Nurfadilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah