Bolehkah Mengonumsi Katak dan Kepiting? Inilah Hukum Mengonsumsi Binatang yang Hidup di Air dan Darat

- 27 Maret 2023, 09:19 WIB
Bolehkah Mengonumsi Katak dan Kepiting? Inilah Hukum Mengonsumsi Binatang yang Hidup di Air dan Darat
Bolehkah Mengonumsi Katak dan Kepiting? Inilah Hukum Mengonsumsi Binatang yang Hidup di Air dan Darat /pixabay/

SRAGEN UPDATE - Katak merupakan salah satu hewan yang hidup di dua tempat, yaitu air dan darat.

 

Mengonsumsi binatang yang hidup di dua alam masih menjadi perdebatan para ahli fiqih, mulai dari yang longgar, moderat, hingga sangat ketat.

Mazhab Syafi'i misalnya memandang bahwa memakan hewan yang hidup di dua tempat dihukumi haram.

Akan tetapi, ada juga pendapat yang melonggarkan tentang hewan ini, mereka menilai bahwa hukum mengonsumsinya adalah makruh bukan haram.

Baca Juga: Agensi Kim So Eun dan Song Jae Rim Menyangkal Rumor Kencan karena Terlihat Bersama Di Jepang

Hal tersebut karena mereka beralasan bahwa jika Rasulullah SAW melarang beberapa jenis makanan atau binatang di luar konteks yang disebutkan oleh Al-Qur'an, larangan tersebut bernilai makruh bukan haram.

Pada konteks ini, Imam Malik menghukumi memakan binatang yang hidup di dua tempat sebagai makanan yang boleh dimakan.

Jika mengacu kepada Imam Malik, maka memakan katak dan kepiting dihukumi boleh dimakan.

Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT pada QS. Al-An'am ayat 145 yang artinya.

"Allah SWT berfirman, 'Katakanlah, tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah…" (QS. Al-An'am: 145).

 

Tidak ada sesuatu yang secara jelas disebutkan dalam ayat ini yang haram untuk dimakan kecuali babi, begitu pendapat Imam Malik sebagai dikutip oleh pakar tafsir, Imam Al-Qurthubi.

Selain itu, seperti dikutip oleh Imam Al-Qurthubi yang diungkapkan oleh Ibnu Khuwaiz Mandad menyatakan bahwa ayat ini menghalalkan segala macam binatang.

Tentu saja kecuali yang dikecualikan oleh ayat ini sehingga daging binatang buas boleh dimakan, binatang-binatang selain bangkai dan babi secara hukum boleh dimakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, kita menemukan beragam pendapat ahli fiqih mengenai hukum mengonsumsi hewan yang hidup di dua alam.

Baca Juga: 2 Provinsi Tolak Kedatangan Timnas Israel pada Piala Dunia U-20, PSSI Belum Tahu Alasannya

Hal tersebut akan makin rumit jika melihat pengertian dari binatang laut dan air.

Imam Ar-Ramli berpendapat binatang air atau binatang laut adalah binatang yang tidak dapat hidup, kecuali di air dan jika keluar daripadanya dalam waktu lama, dia tidak akan bisa bertahan hidup.

Sedangkan binatang yang hidup di air dan daratan diartikan sebagai binatang yang hidup dua di tempat tersebut secara permanen.

Binatang tersebut seperti katak, dan kalajengking, hewan ini dihukumi haram karena menjijikan dan mengharamkan. (Setiawan Budi Utomo, 2003;232).

Bagaimana hukumnya jika mengonsumsi kepiting dan katak?

 

Jika mengacu pada fatwa MUI, bahwa yang dilihat adalah organ nafas dominannya, hampir semua hewan tidak ada yang digolongkan hidup di dua alam.

Kepiting rajungan misalnya bernafas menggunakan insang sehingga dihukumi hewan air sedangkan katak bernafas menggunakan paru-paru sehingga dihukumi hewan darat.

Kepiting rajungan sendiri lebih aman untuk dimakan karena termasuk hewan yang hidup di air dan MUI pun sudah memfatwakan kalau kepiting adalah hewan yang dihalalkan.

Sementara untuk katak, mayoritas ulama mengharamkannya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Abdurrahman Ibnu Utsman Al-Quraisy RA bahwa ada seorang tabib yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang katak yang dijadikan obat. Lalu beliau melarang membunuhnya. (HR Ahmad, Abu Daud, dan Nasai).

Baca Juga: Mississippi Diterjang Badai Tornado, 25 Orang Dikabarkan Tewas dalam Bencana ini!

Secara logika, apabila katak dijadikan obat maka harus dibunuh terlebih dahulu dan jika membunuhnya saja diharamkan apalagi dimakan.

Selain itu, hewan ini termasuk menjijikan dan membahayakan, hewan yang bernafas dengan kulit memiliki kandungan kimiawi tententu yang terlibat dalam proses respirasi dan pengikatan oksigen yang unik.

Proses tersebut belum tentu kompatibel dengan sistem biokimiawi manusia.

 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya kandungan pigmen atau kromatofor dan dan enzun torosin kinase yang bisa saja menstimulasi sistem endokrin manusia.***

Editor: Inayah Nurfadilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x