Ternyata Begini Isi Perpu Cipta Kerja yang Menuai Banyak Protes karena Merugikan Buruh

3 Januari 2023, 13:01 WIB
Ternyata Begini Isi Perpu Cipta Kerja yang Menuai Banyak Protes karena Merugikan Buruh /Instagram/ @jokowi/

SRAGEN UPDATE - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja telah diterbitkan oleh Presiden Jokowi Dodo tertanggal 30 Desember 2022.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa pada dasarnya, keadaan dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Situasi Indonesia meskipun terlihat normal saat ini sebenarnya masih diliputi ancaman-ancaman ketidakpastian global.

"Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan Perppu, karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor baik dalam maupun luar.

Baca Juga: Sinopsis Drama Korea Terbaru “Island” yang Telah Tayang dan akan Menemani Para Pemirsa

Itu yang paling penting, karena ekonomi kita ini di 2023 akan sangat bergantung pada investasi dan ekspor," ungkap Jokowi, Jum'at 30 Desember 2022.

Hal tersebut kemudian menjadi dasar pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Setelah diterbitkan, Perppu yang berisi 1.117 halaman dan 186 ayat tersebut kemudian menuai banyak protes dari masyarakat.

Berikut pasal-pasal yang dinilai merugikan masyarakat dalam Perppu Cipta Kerja:

1. Sistem Kerja Kontrak yang Tidak Terbatas

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dibatasi periode dan batas waktu kontrak dalam Perppu Ciptaker.

Baca Juga: SBY Optimis Lavani Kembali Raih Gelar Juara Proliga, dan Berikut Cerita Haru Dibalik Arti Nama Klub Tersebut

Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja menyebut, "pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.".

Penggunakan frasa "tidak terlalu lama" diyakini akan membuat pengusaha akan dengan bebas menafsirkan batas waktu pekerjaan yang diselesaikan.

Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja ini mengubah ketentuan Pasal 59 pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Jika merujuk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja bisa dikontrak paling lama dua tahun dan diperpanjang satu tahun.

Hal ini kemudian membuat buruh kehilangan kesempatan untuk menjadi karyawan tetap.

2. Berkurangnya Hak Cuti dan Waktu Beristirahat

Pasal 79 ayat 5 Perppu Cipta Kerja menyebutkan, "Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama."

Baca Juga: 3 Fakta Kenapa Kamu Harus Nonton Drama Island yang Dibintangi Cha Eun Woo, Adaptasi Webtoon Legendaris

Aturan yang mewajibkan perusahaan memberikan cuti besar atau istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan dihilangkan pada Perppu Cipta Kerja.

Selain itu, waktu istirahat atau libur bagi pekerja hanya diperoleh sekali dalam sepekan, tidak lagi dua kali.

Hal ini membuat pengusaha tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan waktu istirahat selama dua hari kepada pekerja yang telah bekerja selama lima hari dalam seminggu.

Tak hanya itu, Perppu Ciptaker juga mewajibkan buruh untuk wajib lembur.

3. Buruh Rawan PHK

Pasal 81 angka 42 Perppu Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A terkait alasan pemutusan pemutusan hubungan kerja.

Salah satu alasannya adalah buruh yang mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan dapat di PHK.

Padahal, pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan.

Baca Juga: Rekap Episode 1 Drama Island yang Dibintangi Cha Eun Woo, Awal Mula Munculnya Pengantin Monster

Akan tetapi, ketentuan ini dihapus dalam Perppu Cipta Kerja yang disahkan oleh Presiden baru-baru ini.

4. Pekerja Outsourcing Tanpa Kriteria

UU Cipta Kerja tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing.

Sedangkan Undang-Undang Ketenagakerjaan membatasi lima jenis pekerjaan yakni sopir, petugas kebersihan, sekuriti, katering, dan jasa migas pertambangan terakit pekerja outsourcing.

Karena tidak ditentukan kriteria bagi pekerja outsourcing, maka akan membuat semua jenis pekerjaan dapat dialih dayakan.

5. Waktu Bekerja yang Eksploitatif

Dalam UU Cipta Kerja, batasan maksimal jam lembur yang sebelumnya tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan diubah menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.

Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi kesehatan buruh.

Selain itu, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding karena upah minimum yang menjadi dasar penghitungan upah lembur didasarkan pada mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Itulah beberapa pasal yang membuat masyarakat protes terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja.***

Editor: Inayah Nurfadilah

Sumber: Kompas

Tags

Terkini

Terpopuler