Puisi Rumi The Song of Reed ‘Nyanyian Bambu’, Bait Pertama dalam Kitab Masnawi: tentang Pria dan Tujuannya

- 27 Februari 2022, 09:41 WIB
Puisi Rumi The Song of Reed ‘Nyanyian Bambu’, Bait Pertama dalam Kitab Masnawi: tentang Pria dan Tujuannya
Puisi Rumi The Song of Reed ‘Nyanyian Bambu’, Bait Pertama dalam Kitab Masnawi: tentang Pria dan Tujuannya /Pixabay/Pexels

SRAGEN UPDATE – Dalam perjalanan hidupnya, Jalaluddin Rumi atau dikenal dengan nama Rumi membuat bait-bait puisi yang begitu indahnya.

Puisi-puisi tersebut dikumpulkan dalam sebuah kitab hasil karya Rumi, seperti salah satunya adalah Kitab Masnawi.

Ada puisi berjudul ‘The Song of Reed’ atau berarti ‘Nyanyian Bambu’ atau ‘Nyanyian Buluh’ yang merupakan bait puisi pertama Rumi dalam Masnawi, yang menceritakan pria dan tujuannya di dunia.

Dalam puisi ini tampaknya hanya berisi baris-baris kalimat dengan sarat keindahan setiap katanya, di mana bambu biasa berubah menjadi seruling yang menghasilkan suara-suara merdu nan indah.

Baca Juga: Akting Lee Min Ho Tuai Kontroversi dari Penonton Korea, Namun Popularitasnya Tinggi hingga Dunia Internasion

Padahal kenyataannya, kalimat ini merupakan metamorfosis yang dilakukan Rumi untuk menggambarkan seorang ria dengan tujuan hidupnya di dunia.

Sebuah seruling bagus adalah guru terbaik bagi bambu-bambu itu karena dia menunjukkan bagaimana dia bisa menjadi seruling.

Seruling sendiri dipilih Rumi karena selain menghasilkan nada-nada indahh, serulilng juga tahan dengan api; yang mana telah mengalami proses dibakar dan dimurnikan.

Pada akhirnyam tidak ada yang tertinggal di dalamnya, kecuali ego.

Baca Juga: Catat! Inilah 10 Puisi Jalaludin Rumi yang Menyentuh Hati

Seperti seorang pria, dia rela terbakar untuk menghasilkan berbagai suara: suara napas pemiliknya, dan membisikkan rahasia-rahasia keabadian ke telinga yang tajam.

Berikut isi puisi Rumi berjudul ‘The Song of Reed’ atau ‘Nyanyian Bambu’ yang tertuang dalam Kitab Masnawi:

Dengarkan seruling bambu ini, bagaimana nyanyiannya bisa menjadi tidak jelas!

Tentang perpisahan, ia mengeluhkan: “Semenjak aku dicabut dari tempat bambu tumbuh, semua mata menatap tangisanku, di mataku yang meneteskan air mata yang tak pernah kering.”

Baca Juga: 3 Puisi dan Syair Cinta Majnun untuk Laila dalam Kisah Cinta Laila Majnun Yang Begitu Menyayat Hati

“Aku menginginkan sebuah tangisan yang intim, tangisan yang berasal dari perpisahan,

Agar aku bisa berbagi rasa sakit melalui ratapan.”

“Siapa pun yang telah terpisah dari asalnya, selalu merindukan saat-saat bertemu kembali.”

“Kepada setiap teman, aku mengerang dan menangis,

Kesengsaraan dan kebahagiaan, keduanya berada dalam hubungan pertemanan yang diuji.

Setiap orang menjadi ramah denganku menurut bayangan mereka sendiri,

Namun tidak seorang pun dari mereka yang menemukan rahasia-rahasia yang mendalam dalam diriku.

Baca Juga: Puisi dan Ungkapan Tagihan Qais untuk Naufal, Sahabat Karibnya dalam Kisah Cinta Laila Majnun Part 1

Meski rahasiaku berada di dalam catatan yang aku ratapi, indra-indra itu tidak dapat menyingkapnya,

Tubuh dari jiwa, dan jiwa dari tubuh tidak bisa disembunyikan.”

“Tapi, terhadap mata yang tidak mati, jiwa pernah diungkan.”

Inilah semanat cinta dalam napas ratapan bambunya; bukan hanya udara yang panas.

Semoga dia menjadi sia-sia jika kurang memiliki keinginan kuat terhadap api.

Ini adalah api cinta dalam seruling bambu yang terbakar,

Ini adalah fermentasi cinta dalam anggur yang memesona.

Seruling bambu adalah teman karib semua orang yang terpisah dari yang dicintai,

Nada-nada ratapannya menghancurkan selubung hati yang tertutup rapat.

Baca Juga: Bagaimana Hukum Memenuhi Nazar Ketika Hajat Tidak Tercapai? Ini Penjelasan Buya Yahya

Siapa yang telah melihat seseorang seperti seruling bambu dalam kesedihan, namun dengan penyembuhan luka-luka yang ditimbulkannya?

Siapa yang telah melihat seseorang seperti seruling bambu -seorang kekasih perindu sekaligus teman sejati?

Serulih bambu menyanyikan jalan yang tewarnai dengan darah Dia menceritakan seorang yang dicintai kepada hati yang Majnun berdara.

Tidak ada yang seperti itu, tapi pecinta yang sudah dibuat gila bisa benar-benar mengatakan sesuatu agar didengar,

Karena lidah yang bijaksana membawa pergi jauh pendengaran yang rendah.

Pertemuan kembali terjadi karena hari-hari yang berlalu, Yang menjadi semakin panjang,

Malam-malam menarik secara bersama-sama dengan penderitaan yang sangat kejam.

Siapa yang peduli dengan hari-hari menyakitkan yang telah berlalu? Untuk Engkau yang akan tetap ada,

Baca Juga: Inilah Kutipan Para Sufi: 9 Quote tentang Islam yang Memiliki Makna Luar Biasa  

Wahai Engkau Zat yang Maha Suci!

Hanya ikan yang tenggelam di dalam air yang menjadi semakin haus Tetapi hari-hari tanpa berbagi itu akan menjadi semakin lama.

Kondisi cinta bambu mengalami kecanduan ini, yang menuju kematangan, semuanya bisa dipahami.

Namun, di atas genggaman cinta yang masih mentah, untuk dia hana akan ku katakan, “Selamat jalan,” saja.****

Editor: Inayah Nurfadilah

Sumber: Rumi: Kisah Hidup dan Pesan-pesannya / Cihan Okuyucu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x