SRAGEN UPDATE - Anies Baswedan, calon presiden (Capres), mengungkapkan penilaiannya bahwa Revolusi Mental yang diadvokasi oleh Presiden Joko Widodo adalah ide yang patut diapresiasi, tetapi sejauh ini belum terlaksana secara efektif.
Hal tersebut diungkapkan Anies pada acara ‘Desak Anies’ di Semarang, Jawa Tengah, baru-baru ini.
Berdasarkan situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, konsep Revolusi Mental sebenarnya pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno dalam peringatan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 1956, karena melihat revolusi nasional Indonesia saat itu mengalami kebuntuan.
Anies menyampaikan sejumlah poin positif yang diutarakan oleh Presiden Jokowi, seperti mendorong kemandirian, reformasi ekonomi, dan kebijakan terkait investasi asing dalam sumber daya alam untuk mencegah eksploitasi oleh perusahaan asing.
"Kemudian, birokrasi harusnya menggunakan sistem politik yang bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Artinya, tidak ada 'ordal' (orang dalam). Kita semua melihat sekarang masih banyak (fenomena) 'ordal'," kata Anies.
Baca Juga: Kapten Arsenal Martin Odegaard Balas Kritik Jamie Carragher Terkait Selebrasi Kamera
Lebih lanjut, Anies menyoroti isu terbaru tentang Biaya Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal dan menyarankan agar mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT memanfaatkan layanan pinjaman daring atau pinjol.
"Akhir-akhir ini, temen-temen inget UKT? Ada yang tidak bayar UKT dianjurkan pinjam 'online'. Itu melesetnya jauh sekali dari 'spirit' yang ada di Revolusi Mental," lanjutnya.
Menurutnya, kunci dari keberhasilan Revolusi Mental, sebagaimana disampaikan, sebenarnya terletak pada contoh dan keteladanan dari pemimpin.
"Itu kalimat di situ. Bahasa kita 'ing ngarso sung tuladha'. Yang di depan harus memberi contoh. Jadi, kami melihat ini sebagai PR (pekerjaan rumah) yang harus dituntaskan," imbuh Anies.